Padang Pariaman , Sinyalgonews.com— Polemik pengelolaan dana infak di Makam Syekh Burhanuddin Ulakan semakin menguat setelah terungkap besarnya uang yang terkumpul setiap kali pembongkaran kotak infak. Berdasarkan keterangan, jumlah infak yang terkumpul mencapai Rp170–200 juta setiap kali penghitungan, yang dilakukan empat kali dalam setahun. Artinya, dana infak makam ini berpotensi mencapai hampir Rp800 juta per tahun.
Namun, besarnya dana umat tersebut justru menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat. Fasilitas makam dinilai tidak mengalami peningkatan berarti, sementara laporan keuangan transparan tidak pernah diumumkan ke publik.
Tudingan Warga: Dana Infak Jadi Bancakan
Seorang warga berinisial HT sebelumnya menuding bahwa wali nagari dan pengurus makam telah menggelapkan dana infak. Ia menyebut penghitungan uang dilakukan secara tertutup di bank, tanpa laporan resmi. Bahkan, HT menegaskan uang infak digunakan untuk dibagikan, termasuk kepada aparat, demi menutupi praktik pengelolaan yang tidak jelas.
“Pembangunan makam tidak ada peningkatan, tapi uang infak habis entah ke mana. Saya dapat informasi, uang itu malah dibagi-bagikan kepada aparat untuk mengamankan pengurus,” kata HT.
Wali Nagari Membantah, tapi Akui Ada Pembagian Dana
Wali Nagari Manggopoh Ulakan, Syofyan, saat dikonfirmasi membantah keras tuduhan penggelapan. Namun, pernyataannya justru menimbulkan tanda tanya baru. Ia secara terbuka mengakui bahwa setiap kali penghitungan, dana infak memang dibagikan ke sejumlah pihak.
“Kami selalu memberikan Rp10 juta untuk kegiatan pemuda. Selain itu, aparat keamanan seperti polisi dan TNI juga dapat bagian, begitu juga pihak kecamatan. Jumlah pastinya tidak bisa saya sebut, tapi setiap kali penghitungan ada jatahnya,” ungkap Syofyan.
Ia beralasan, penghitungan uang di bank dilakukan untuk menghindari kebocoran karena sebelumnya pernah ada uang hilang saat dihitung di lokasi makam.
Transparansi Nol, Dana Umat Jadi Ajang Bagi-Bagi
Syofyan juga mengakui bahwa laporan resmi terkait dana infak, baik bulanan maupun tahunan, memang tidak pernah dibuat dan diumumkan kepada jamaah. “Laporan resmi memang tidak ada. Catatan ada di bendahara, tapi saya anggap ini dana umat. Pertanggungjawabannya kami dengan Tuhan,” kata Syofyan.
Pengakuan ini semakin memperkuat dugaan publik bahwa dana infak yang mencapai ratusan juta setiap kali penghitungan tidak sepenuhnya digunakan untuk kepentingan pembangunan dan kenyamanan peziarah, melainkan dibagi-bagi ke berbagai pihak tanpa transparansi yang jelas.
Desakan Audit dan Investigasi
Dengan jumlah dana yang sangat besar, dugaan bahwa dana infak dijadikan ajang “bancakan” kian sulit ditepis. Publik kini menuntut adanya audit independen serta tindakan tegas dari pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk memastikan pengelolaan dana umat ini tidak disalahgunakan.
Jika dibiarkan, kasus ini dikhawatirkan bukan hanya merugikan masyarakat, tetapi juga mencoreng nama besar Syekh Burhanuddin Ulakan, ulama kharismatik yang makamnya menjadi pusat ziarah spiritual di Sumatera Barat.
( Red )