Padang, Sinyalgonews.com – Perseteruan antara anak nagari dengan pengurus Kerapatan Adat Nagari (KAN) Nanggalo kini memasuki babak baru yang semakin panas. Dua orang anak nagari yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan perusakan kantor KAN, Kamis (11/9) siang, resmi diserahkan Polsek Nanggalo ke Kejaksaan Negeri Padang setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P21).

Suasana pelimpahan tahap II di kantor Kejari Padang, Jalan Gajah Mada, Gunung Pangilun, berlangsung penuh ketegangan. Puluhan anak nagari yang tergabung dalam Forum Anak Nagari Nanggalo (FANNA) berbondong-bondong hadir mengawal dua tersangka. Mereka datang dengan wajah tegas, penuh amarah bercampur kecewa, karena menilai kasus ini seharusnya tidak sampai menyeret anak nagari ke meja hijau.
“Ini jelas kekecewaan besar bagi kami. Masalah kecil yang bisa diselesaikan dengan musyawarah malah dibawa ke polisi. Ironisnya, yang melaporkan justru ninik mamak sendiri. Apakah ini yang disebut dengan kearifan adat?” seru salah seorang tokoh anak nagari di lokasi.
Pengacara kedua tersangka, Zaimon, SH, yang turut hadir, menegaskan bahwa proses hukum ini tidak lepas dari tarik-menarik kepentingan di tubuh KAN. Ia menyebut ada kejanggalan besar ketika kasus internal nagari justru diperlakukan seolah-olah tindak kriminal berat.
“Kantor KAN itu milik nagari, bukan milik pribadi pengurus. Jadi bagaimana bisa anak nagari dituduh merusak milik sendiri? Ini pertanyaan besar yang seharusnya dijawab para ninik mamak,” tegas Zaimon.
Kekecewaan semakin dalam ketika sejumlah ninik mamak lainnya ikut bersuara. Seorang ninik mamak yang enggan menyebut namanya mengaku prihatin atas kisruh yang terus membara di Nanggalo.
“Di nagari ini ada banyak cerdik pandai, bahkan ada yang menjadi pejabat. Tapi kenapa masalah adat justru dibawa ke jalur hukum? Ke mana kearifan ninik mamak? Kok kecerdikan digunakan untuk membenamkan keponakan sendiri ke penjara? Ini sangat memalukan,” ujarnya dengan nada getir.
Meski kedua tersangka akhirnya mendapatkan penangguhan penahanan setelah dijamin oleh pengacara dan sejumlah ninik mamak yang hadir, namun bara konflik jelas belum padam. Aksi solidaritas puluhan anak nagari hari ini menunjukkan bahwa ketegangan semakin mendidih.
Bagi banyak pihak, kasus ini bukan lagi soal perusakan kantor KAN, tetapi telah menjelma menjadi simbol pertarungan antara anak nagari dengan elit pengurus KAN yang dinilai tidak lagi memihak rakyatnya sendiri.
Kini, mata publik tertuju pada arah penyelesaian. Apakah konflik akan terus berlanjut di ruang persidangan, atau adakah secercah kearifan adat yang sanggup meredam bara? Satu hal pasti, suara anak nagari sudah menggema: “Jangan hukum keponakan demi kepentingan sesaat!”
( Red )