Jakarta, Sinyalgonews.com,- Kasus pembunuhan remaja Vina Dewi (16) dan Muhammad Rizky alias Eki (16) di Cirebon, Jawa Barat, pada tahun 2016, memasuki babak baru dengan proses hukum yang akan berlanjut. Setelah melalui penyelidikan yang panjang, polisi telah melimpahkan berkas perkara tersangka terakhir, Pegi Setiawan sebagai tersangka, ke Kejaksaan pada Kamis, 20 Juni 2024. Namun, sempat kejaksaan menolak dengan alasan bukti kurang cukup. Menurut Hotman (pengacara), jika berkas diterima dan diserahkan ke pengadilan negeri, maka akan ada dua putusan pengadilan yang saling bertentangan di tahun 2016 dan 2024.
“Tahun 2016 disebutkan, pelakunya 11 tapi tahun 2024 disebutkan di BAP, dua dari 11 ini DPO dinyatakan fiktif bertentangan kan. Pertentangan yang kedua disebutkan bahwa Pegi ini adalah pelaku kata para saksi, tapi di BAP 2024, lima dari pelaku menyatakan Pegi bukan pelaku,” kata Hotman Paris seperti dilansir Cumicumi pada Sabtu (29/6/2024).
Pada awalnya, polisi menetapkan 11 tersangka dalam kasus ini. Delapan dari mereka telah diadili, sementara tiga tersangka lainnya masih buron. Setelah sembilan tahun berlalu, Pegi Setiawan ditetapkan sebagai tersangka terakhir, menjadikan jumlah tersangka yang disidangkan menjadi sembilan orang setelah dua di antaranya dinyatakan fiktif. Hal ini cukup mengundang banyak tanya publik.
Selain pelimpahan berkas ke Kejaksaan, Polri menolak permohonan untuk menggelar perkara khusus yang diajukan oleh kuasa hukum Pegi. Sandi Nugroho mengundang publik untuk mengikuti perkembangan kasus ini dan memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan transparan dan adil.
Pentingnya penegakan supremasi hukum dalam kasus ini sangat mendesak. Supremasi hukum memastikan bahwa semua individu, termasuk pemerintah, tunduk pada hukum yang sama, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, dan melindungi hak-hak asasi manusia. Penegakan hukum yang efektif memerlukan perundang-undangan yang jelas, peradilan yang independen, akses yang sama terhadap keadilan, dan mekanisme pengawasan yang kuat. Tantangan seperti korupsi, tekanan politik, dan ketidaksetaraan sosial harus segera diatasi, agar masyarakat tetap percaya dengan proses Hukum serta wujud penegakan supremasi hukum yang sejati di Indonesia.