Oleh: Rusmana Ningrat
Dosen Faterna UNAND
Padang, Sinyalgonews.com,— Pada peringatan Hari Guru Nasional 25 November 2024, kita kembali mengenang kata-kata bijak Ki Hajar Dewantara, “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah.” Ungkapan ini mengingatkan kita akan peran esensial guru dalam membentuk generasi penerus bangsa. Namun, di balik semangat luhur tersebut, masih banyak permasalahan yang melingkupi profesi guru, khususnya guru honorer, yang sering kali dilupakan di tengah kemajuan zaman dan tantangan pendidikan yang kian kompleks.
Hak dan Nasib Guru Honorer yang Belum Memadai
Guru honorer memainkan peran besar di dunia pendidikan, terutama di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau. Namun, pengorbanan mereka sering kali tidak sebanding dengan hak yang mereka terima. Honor yang minim, tidak adanya jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan, serta ketidakpastian status pekerjaan membuat mereka hidup dalam kondisi yang memprihatinkan. Padahal, peran mereka dalam membentuk karakter bangsa sangatlah besar.
Akses terhadap pelatihan dan peningkatan kompetensi bagi guru honorer juga terbatas, sehingga seringkali mereka dianggap kurang kompeten. Ironisnya, keterbatasan ini bukan berasal dari kurangnya semangat, melainkan dari minimnya dukungan dan perhatian yang mereka terima dari pemerintah dan masyarakat.
Intimidasi terhadap Guru yang Menegakkan Disiplin
Tantangan lain yang dihadapi guru adalah intimidasi atau tekanan dari berbagai pihak saat mereka mencoba menegakkan disiplin di kelas. Banyak guru yang akhirnya memilih diam atau menahan diri, khawatir akan sanksi dari orang tua, bahkan sekolah, jika mereka terlalu keras dalam mendidik siswa. Padahal, disiplin adalah bagian penting dalam pembentukan karakter.
Guru seringkali dihadapkan pada dilema, terutama dengan adanya tekanan sosial dan media yang terus memantau perilaku mereka. Alih-alih mendapat dukungan, banyak guru malah dihujani kritik saat mereka berupaya menegakkan aturan. Hal ini tentunya mempengaruhi moral dan motivasi mereka dalam mengajar dan mendidik siswa.
Kesejahteraan dan Minimnya Kompetensi: Sebuah Lingkaran Setan
Selain masalah honor yang rendah, kesejahteraan guru secara keseluruhan juga menjadi permasalahan besar. Banyak guru, terutama di daerah terpencil, harus bertahan hidup dengan fasilitas yang minim. Dengan beban kerja yang semakin bertambah dan tekanan dari berbagai pihak, tingkat stres kerja di kalangan guru semakin tinggi. Rendahnya kesejahteraan sering kali berkorelasi dengan rendahnya kompetensi. Bagaimana bisa seorang guru meningkatkan kompetensinya jika ia harus memikirkan cara bertahan hidup?
Mereka yang seharusnya menjadi panutan dalam kecerdasan emosional justru sering kali terjebak dalam situasi yang menekan emosi. Tanpa dukungan yang memadai, sulit bagi mereka untuk mengembangkan keterampilan pengelolaan emosi dan stres. Padahal, guru yang memiliki kecerdasan emosional yang baik akan mampu mendidik siswa dengan lebih efektif.
Kesejahteraan yang Layak dan Dukungan Penuh untuk Guru
Kesejahteraan dan penghargaan terhadap profesi guru perlu ditingkatkan secara menyeluruh. Pemerintah perlu memperhatikan sistem penggajian dan status guru honorer agar mereka bisa menjalani kehidupan yang layak dan mendapatkan hak yang setara dengan guru tetap. Dukungan terhadap pelatihan, baik terkait kecerdasan emosional, manajemen stres, maupun peningkatan kompetensi harus diberikan secara konsisten.
Selain itu, perlu ada ruang bagi para guru untuk dapat berdiskusi dan berkolaborasi, baik antar guru maupun dengan pemangku kebijakan, tanpa adanya intimidasi. Guru perlu merasa dihargai dan didukung, bukan hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat dan orang tua siswa.
Hari Guru adalah momen refleksi bukan hanya untuk menghargai jasa guru, tetapi juga untuk memperjuangkan hak dan kesejahteraan mereka. Jika setiap orang menjadi guru, dan setiap rumah menjadi sekolah, maka masyarakat harus ikut berperan dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pendidikan. Sudah waktunya kita menghargai peran guru sebagai pilar pendidikan bangsa dan memberikan hak serta dukungan yang sepadan agar mereka bisa mengajar dan mendidik dengan tenang, aman, dan bahagia.
Momen Hari Guru 2024 ini seharusnya menjadi titik tolak perubahan nyata bagi nasib guru di Indonesia. Hanya dengan dukungan penuh dan penghargaan yang layak, mereka bisa benar-benar menjadi pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya