Jakarta, Sinyalgonews.com, – Dalam wawancara singkat diruang kerjanya dengan seorang Dokter ahli saraf dan pegiat media sosial dr Tifa (nama lengkapnya Tifauzia Tyassuma) memberikan pernyataan kontroversial mengenai putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka,Selasa 1/10/2024.
Menurut dr Tifa, Gibran diduga mengidap gangguan kejiwaan serius, termasuk indikasi psikopat dan adiksi seks, berdasarkan sejumlah tanda fisik dan perilaku yang diamatinya.
Mengamati kondisi kesehatan Gibran ini juga mengarah pada perlunya pemeriksaan lebih lanjut melalui brain CT scan untuk mengetahui lebih detail kondisi otaknya, ujar dr Tifa.
Dugaan Gangguan Kejiwaan
dr Tifa mengawali pembahasannya dengan menyinggung perilaku Gibran yang menurutnya mengindikasikan adanya masalah kejiwaan.
Salah satunya adalah obsesif kompulsif dan adiksi terhadap pornografi.
Ia menyatakan, “ada 11 perempuan, tokoh artis, maupun tokoh yang dia jadikan sebagai objek seksualitas.”
Dalam hal ini, perilaku obsesif kompulsif Gibran dinilai ekstrem, di mana ia terus-menerus melontarkan ejekan dan hinaan yang kasar kepada orang-orang penting.
Ia juga menyoroti perubahan fisik yang terlihat pada Gibran, terutama dalam ekspresi mata.
Menurutnya, ada perubahan pada mata Gibran yang berbeda dibandingkan dengan sebelumnya.
“Mata Gibran itu sudah ada kelainan dibandingkan jauh-jauh hari sebelumnya,” ujar dr Tifa. Perubahan tersebut, menurutnya, bisa disebabkan oleh faktor psikologis.
Adiksi Seks dan Pornografi
Dalam wawancara tersebut, dr Tifa mengaitkan dugaan adiksi seks dengan perubahan perilaku yang menurutnya semakin tidak terkendali.
“Adiksi terhadap pornografi dan objek yang berkaitan dengan seks itu jelas terlihat,” ucapnya.
Adiksi ini, lanjut Dr. Tifa, bukan hanya pada level psikologis, melainkan sudah menyebabkan kerusakan pada bagian otak tertentu yang mengendalikan berbagai bentuk kecanduan, termasuk kecanduan narkoba dan seks.
“Kerusakan otak itu ada di satu sirkuit di tengah otak, di mana semua adiksi berkumpul di sana,” tegasnya. Ini yang menurutnya menyebabkan perilaku seseorang menjadi tidak terkendali.
Bahaya Psikopat dan Kemungkinan Psikotropika
dr Tifa juga menduga bahwa, Gibran mungkin telah terpapar psikotropika, meskipun ia belum bisa memberikan bukti konkret.
Menurutnya, tes psikotropika bisa dilakukan melalui analisis rambut, yang akan menunjukkan apakah ada deposit zat kimia dari penggunaan jangka panjang.
Lebih jauh, ia menyinggung bahwa perilaku Gibran menunjukkan tanda-tanda psikopat.
“Orang yang obsesif kompulsif sedemikian rupa, yang tidak mampu mengendalikan diri, bisa memiliki adiksi narkoba atau psikotropika,” ungkap dr Tifa.
Ia juga menambahkan bahwa psikopat pada dasarnya adalah individu yang destruktif dan bisa sangat berbahaya jika memiliki kekuasaan.
“Kalau dia punya kekuasaan, dia bisa menggunakan orang lain untuk melakukan tindakan yang dia sendiri pengecut untuk melakukannya,” jelasnya.
Pemeriksaan Kejiwaan dan Kode Etik
Salah satu poin penting yang disampaikan oleh Dr. Tifa adalah pertanyaan mengapa tanda-tanda kejiwaan ini tidak terdeteksi dalam pemeriksaan kesehatan saat Gibran mencalonkan diri dalam pemilihan umum.
Menurutnya, “mungkin tanda-tanda itu sudah terbaca oleh tim dokter, tetapi sengaja tidak diumumkan ke publik.”
dr Tifa menilai bahwa mungkin saja hasil pemeriksaan tersebut adalah dokumen rahasia yang tidak diungkapkan kepada masyarakat.
Namun, ia juga menekankan bahwa pemeriksaan kejiwaan bukanlah hal yang mudah dan cepat.”Pemeriksaan kejiwaan tidak bisa dilakukan hanya dalam hitungan menit atau jam, eksplorasinya harus dilakukan berhari-hari atau berbulan-bulan untuk menegakkan diagnosis,” katanya.
Dokter Tifa sendiri dikenal sebagai seorang dokter sekaligus ahli saraf nutrisi. Selain itu, Dokter Tifa diketahui merupakan ahli epidemiologi molekuler, serta praktisi makanan kesehatan.
Hal ini terbukti dari beberapa tulisan dan publikasinya soal penelitiannya mengenai makanan sehat.
Dokter Tifa juga menjabat sebagai Presiden Ahlina Institute Jakarta sejak tahun 2017 lalu.
Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) ini juga menjabat sebagai Executive Director di Center for Clinical Epidemiology & Evidence RS Cipto Mangunkusumo Jakarta sejak tahun 2009.
(MAH)