Banten, Sinyalgonews.com,— Bangsa Indonesia banyak yang tidak mewarisi ilmu raja. Sehingga banyak kelebihan yang dimiliki para raja tidak dapat didayagunakan dalam hidup dan kehidupan yang semakin kompleks dan rumit yang terus ditingkahi oleh ilmu pengetahuan modern yang bertumbuh dengan artificial intelligence sebagai sarana untuk memahami sesuatu yang diperlukan guna dijadikan rujukan atau patokan memutuskan dalam melakukan sesuatu yang diinginkan.
Pemahaman dan pengertian yang bernuansa spiritual ini merupakan saripati dari dialog bersama sahabat dan kerabat GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia di Sekretariat GMRI Jalan Ir. H. Juanda No. 4 A Jakarta Pusat pada 17 Oktober 2024.
Hadiri sejumlah kerabat dan sahabat spiritual dari Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi maupun Jakarta sekitarnya setiap hari Senin dan Kamis diawali makan siang bersama.
Sri Eko Sriyanto Galgendu antusias mengungkapkan kisah bersamanya dengan Joko Widodo pada masa lalu yang telah dia dampingi jauh sebelum menjadi Walikota Solo, lantas menjadi Gubernur DKI hingga kemudian terpilih menjadi Presiden Indonesia.
Selaku Pemimpin Spiritual Nusantara, Sri Eko Sriyanto Galgendu semasa itu tidak bisa menerima jabatan dan kesempatan yang ditawarkan padanya. Meski telah memberi minum air kelapa muda (degan) semasa di Solo sebagai pertanda untuk mengemban amanah bisikan dari para leluhur.. sementara Sri Eko Sriyanto sendiri tidak boleh ikut menikmati apapun hasil dari apa yang telah dia berikan — sebagai palilah — karena semua itu harus diperlakukan sebagai pengabdian semata.
Filosofis titik temu merupakan pijakan yang dapat dipahami untuk diterapkan dalam berbagai aktivitas hidup dan kehidupan. Karena itu dia selalu merasa senang dan bahagia setelah mampu mendampingi lalu menghantar semua tokoh yang ingin mentas di panggung politik, aktivitas pada bidan ekonomi maupun sosial serta budaya sebagai pilihan sahabat dan kerabatnya yang aktif dalam GMRI, Forum Negarawan maupun Persaudaraan Lintas Agama serta Forum Indonesia Damai yang dia bersama kawan-kawan.
Anugrah Karya Sastra Buwana yang akan diberikan oleh GMRI kepada sejumlah tokoh terpilih yang mumpuni dalam bidangnya masing-masing akan diberi asma bumi (gelar pemberian jagat) bagi seseorang yang pantas dan patut untuk memberi kekuatan serta ketangguhan yang mengakar pada budaya Nusantara, ungkap Sri. Eko Sriyanto Galgendu yang langsung disambut dengan kesepakatan bersama semua oleh peserta yang hadir untuk membentuk kepanitiaan yang akan melaksanakan serangkaian acara tersebut. Diantaranya adalah kunjungan Muhibbah ke berbagai negara yang berbasis kerajaan di dunia dalam waktu dekat.
Gelar asma bumi ini pun akan diberikan kepada para tokoh internasional yang ada di berbagai negara. Karena itu, GMRI akan melakukan perjalanan panjang ke berbagai negara sambil membangun persahabatan dan persaudaraan spiritual bersama bangsa-bangsa yang ada di dunia.
Latar belakang bisnis keluarga — mulai dari Mbah hingga Ibu dan Bapaknya — Sri Eko Sriyanto Galgendu telah mendapat nama khusus dari Paku Buwono XII dengan sebutan Eka Sapta Wijaya — yang selaras dengan irama bisnis keluarganya sejak awal kemerdekaan hingga akhir tahun 1990-an di Surakarta dan sekitarnya.
Dia pernah ikut mengelola usaha Mbahnya yang sempat memiliki tidak kurang dari 200 truk tengki minyak serta menjadi penyalur tunggal semasa itu untuk Jawa Tengah dan sekitarnya. Sedang dari pihak Ibundanya — sebagai penguasa pasar pagi di Solo — merupakan pemasok kebutuhan pokok rumah tangga sehari-hari yang terbilang besar hingga meliputi buah-buahan seperti jeruk khas yang enak dan manis dari Tawang Mangu.
Pengalaman menarik yang cukup membekas dalam dirinya ialah ketika mengurus pembelian jeruk dari Tawang Mangu yang sangat terkenal enak dan manis ketika itu, akibat hujan lebat truk yang telah penuh dimuati buah jeruk itu tidak bisa dibawa keluar, sebabnya karena sarana jalan belum ada. Kecuali jalan tanah yang becek dan berlumpur. Akibatnya truk yang telah penuh muatan itu ditinggal begitu saja hingga beberapa waktu lamanya sampai buah jeruk itu sendiri membusuk.
Pengalaman dalam usaha perdagangan ini telah mengajarkan padanya bahwa sarana dan prasarana untuk aktivitas ekonomi supaya dapat berjalan lancar harus dipenuhi. Jika tidak, maka kerugian harus ditanggung tanpa bisa diatasi.
Karena itu, Sri Eko Sriyanto Galgendu paham persis bagaimana jeruk khas Tawang Mangu itu menjadi punah, karena memang salah dalam memberi pupuk. Dia tengarai sebagai bagian dari rekayasa persaingan bisnis global yang mulai menjarah Indonesia yang sudah dimulai pada tahun 1970-1980-an
Pengalaman getir ini cukup menarik untuk dia jadikan pelajaran sekaligus pemicu dirinya untuk menekuni bidang usaha bisnis. Maka itu, Sri Eko Sriyanto Galgendu paham persis bagaimana keculasan pelaku bisnis melakukan berbagai cara yang dihalalkan, sehingga jeruk khas Tawang Mangu itu menjadi punah. Begitu juga dengan pupuk yang pernah diproduksi bangsa Indonesia — Bankifa — yang kemudian lenyap dari muka bumi.
Artinya, kata Sri Eko Sriyanto Galgendu betapa pentingnya untuk memahami cara bisnis yang tidak sehat dan tidak baik itu agar mampu dihadapi dengan etika, moral dan akhlak yang harus tetap terjaga nilai kemuliaannya bagi manusia untuk bersikap jujur seperti yang telah dituntun dan diajarkan oleh agama. Jadi betapa pentingnya etika moral dan akhlak manusia itu sangat penting untuk menjaga kecurangan dan keculasan agar tidak dilakukan.
Selalu Pemimpin Spiritual Nusantara sampai hari ini dia tetap gigih dan tangguh untuk memperjuangkan gerakan kebangkitan kesadaran serta pemahaman spiritual bangsa Indonesia untuk menjadi pemimpin dan kiblat spiritual di dunia. Untuk lebih mematangkan rincian acara muhibah dan acara pemberian Azma Bumi, diskusi pun terus berlanjut di Good Truck Wedang Uduk Mabes yang juga diharap menjadi pelopor kuliner wisata malam di kawasan Jalan Juanda, Jakarta Pusat.
Jakarta, 23 Oktober 2024