Banten, Sinyalgonews.com,—-Apapun ceritanya, mengobrak-abrik forum ilmiah dengan pengerahan massa secara brutal semakin mencederai demokrasi di Indonesia yang telah dibangun dengan susah payah lewat gerakan reformasi tahun 1998 yang ditandai dengan iklim transparan, keterbukaan dan kebebasan untuk menyampaikan pendapat dengan cara yang lebih sehat.
Acara diskusi tokoh nasional di Hotel Kemang, Jakarta Selatan pada hari Sabtu, 28 September 2024, semakin meyakinkan cacat dan celanya masa kekuasaan Presiden Joko Widodo diliputi kecemasan dan kegamangan, hingga memperkuat kesan adanya ketakutan untuk mengakhiri jabatannya menjadi tidak mulus dan tidak bagus.
Pihak Polda Metro Jaya yang telah mengungkap peran lima tersangka sebagai pelaku pembubaran diskusi di Kemang, Jakarta Selatan ini, agaknya harus dilakukan mengingat banyaknya tekanan dan desakan yang meminta kasus bar-barian itu diungkap, bukan hanya sebatas pelaku, tetapi juga sejumlah pihak yang berada di belakang atau mereka sebagai pemesan dari aksi kerusuhan itu.
Setidaknya, desakan dari pihak Amnesty Internasional yang dilontarkan Usman Hamid telah membahana di seantero jagat yang dapat menurunkan tingkat kepercayaan publik internasional bagi Indonesia. Lima pelaku yang terindikasi sebagai pelaku pembubaran dan perusakan sarana diskusi para tokoh ini, patut dikenakan sanksi berat, untuk membuktikan kepada warga masyarakat dunia bahwa demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia masih ingin dilakukan dengan serius. Kelima pelaku yang sudah ditangkap pihak Polda Metro Jaya, masih mungkin akan bertambah pada sosok pelaku yang terlibat dalam aksi perusakan serta pelaku penganiayaan terhadap petugas keamanan hotel yang ikut menjadi korban.
Upaya Polda Metro Jaya hendak melakukan skrining dan pendalaman terhadap para pelaku dan orang yang menggerakkan serta motif dari aksi bar-barian ini patut dipuji dan didukung oleh semua pihak yang menaruh kepedulian terhadap peristiwa yang tidak beradab ini.
Demikian juga hasrat Polda Metro Jaya akan melakukan investigasi secara internal terhadap petugas Polri yang terkesan melakukan pembiaran terhadap kejadian di tempat perkara perlu dibuka secara transparan. Mengingat adanya kedekatan pihak pelaku dengan petugas kepolisian yang ada di tempat kejadian, dimana mereka saling berangkulan akrab, seperti yang dikatakan oleh peserta diskusi tersebut. Sehingga sangat kuat diduga adanya kesalahan prosedur standar operasional (SOP) yang sepatutnya harus dilakukan oleh petugas kepolisian yang bertugas di tempat kejadian.
Tentu saja tindakan nyata dari pihak kepolisian terhadap petugasnya yang ada di lapangan perlu diungkapkan juga secara terbuka.
Janji dari pihak Kepolisian Republik Indonesia yang akan menerima kritik atas kekurangan dan kelemahan para petugasnya di lapangan saat melaksanakan tugas, perlu dibuka kepada publik untuk kembali memulihkan rasa kepercayaan warga masyarakat kepada aparat yang harus melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat.
Serangkaian aksi dan unjuk rasa pada hari Sabtu, 28 September 2024 yang dilakukan oleh Komunitas Forum Cinta Tanah Air dengan tuntutan pembubaran kegiatan diskusi yang mengatasnamakan Diaspora karena tidak memiliki izin serta terkesan hendak memecah belah persatuan dan kesatuan anak bangsa.
Pada dua hari terakhir telah digelar berbagai aksi dengan kritik yang disampaikan atas peristiwa sosial politik yang terjadi pada beberapa bulan terakhir terkait dengan rezim Presiden Joko Widodo. Seperti yang termuat dalam agenda undangan aksi arak-arakan ini, massa aksi juga mengarak replika (Patung) “Raja Jawa” sambil meneriakkan adanya 7 point yang krusial yang dianggap telah memperburuk kondisi demokrasi dan kelestarian lingkungan di seluruh wilayah Indonesia.
Informasi semula, massa aksi akan berkumpul di Taman Menteng, Jakarta Pusat pad pukul 14.00 WIB dan akan longmars ke Skate Park, Dukuh Atas. Dan saat aksi hendak dimulai, segerombolan massa aksi tandingan yang tidak dikenal melakukan penghadangan serta merampas semua atribut dan peralatan aksi yang mereka bawa. Hingga semua atribut dan peralatan aksi dirampas secara paksa termasuk Poster Raksasa yang menampilkan sosok “Raja Jawa” juga disita pula.
Pelanggaran serupa ini jelas menyalahi prosedur, karena telah mengambil alih fungsi dan wewenang yang hanya boleh dilakukan oleh pihak kepolisian, bila mana telah melanggar tata aturan yang berlaku.
Kejadian serupa ini kembali terjadi dalam penghadangan massa aksi yang hendak menuju Skate Park, Dukuh Atas, kawasan Sudirman, Jakarta Selatan. Bahkan sempat terjadi tindak kekerasan saat atribut peserta aksi direbut secara paksa.
Peristiwa yang tidak beradab ini jelas telah menodai demokrasi dan mencederai suasana akhir dari Presiden Joko Widodo hendak meninggalkan jabatannya. Artinya, kejadian buruk yang sangat tercela ini memperkuat kesan bahwa pemerintahan Joko Widodo sungguh memang buruk, sehingga mengekspresikan kesan kegamangan, kecemasan serta ketakutan dari apa yang telah dilakukan selama memangku jabatan Presiden Indonesia dalam dua periode (2014-2019 dan 2019-2024) yang akan segera dia tinggalkan pada 20 Oktober 2024. Adakah semua itu merupakan puncak dari klimak sindrom yang tengah menjalar dan menggerogoti batin yang membuncah ?
Banten, 1 Oktober 2024