Padang, Sinyalgonews.com,- Bersumber dari jurnal Pers KPK TIPIKOR, kasus korupsi PT Timah belakangan mendapat sorotan publik lantaran menyeret sejumlah nama pesohor.
Tak tanggung-tanggung, kasus korupsi tersebut menyebabkan kerugian negara Indonesia sebesar Rp.300 triliun, termasuk dampak kerusakan lingkungan.
Angka ini menempatkannya sebagai kasus korupsi dengan kerugian negara terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
Termasuk PT.Timah, berikut kasus korupsi terbesar di Indonesia.
1. Korupsi PT.Timah (Rp.300 triliun)
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Timah Tbk. periode 2015-2022.
Hingga kini, Kejagung menetapkan 21 tersangka terlibat dugaan korupsi PT. Timah. Dua di antaranya adalah eks Dirketur Utama PT. Timah Tbk.Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Harvey Moeis.
Awalnya, Kejagung menetapkan para tersangka menyebabkan dampak kerugian lingkungan mencapai Rp. 271 triliun.
Namun, dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait penghitungan kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp.300 triliun. Angka ini termasuk kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Hal tersebut terungkap dalam konferensi pers Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di Gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (29/5/2024) yang lalu.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyampaikan, nilai kerugian yang mencapai Rp 300 triliun didapat setelah dilakukan perhitungan oleh ahli.
2. Kasus BLBI (Rp.138 triliun)
Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan kasus korupsi yang terjadi saat krisis moneter tahun 1997. Kala itu, puluhan bank kolaps akibat lonjakan hutang dan kurs rupiah terhadap dollar AS anjlok.
Dilansir dari Jurnal Pers KPK TIPIKOR (1/4/2024), Bank Indonesia (BI) memberikan suntikan dana sebesar Rp.147,7 triliun ke 48 bank, agar tidak kolaps.
Namun, dana itu tidak dikembalikan. Hasil audit BPK pada Agustus 2000 menyatakan negara rugi Rp.138,44 triliun akibat kasus tersebut.
Pada tahun 2007, Kejagung membentuk tim khusus penanganan BLBI. Namun, penyelidikan perkara yang salah satunya melibatkan Sjamsul Nursalim ini dihentikan pada tahun 2008.
Kejagung mengakui kerugian negara, tapi tidak menganggap adanya tindakan melawan hukum.
Selanjutnya, Satuan Tugas (Satgas) BLBI dibentuk pada tahun 2021 untuk menagih dana negara sebesar Rp.110,4 triliun.
Dana lain telah dibayar oleh para kreditor. Sayangnya, tidak ada kejelasan mengenai keberhasilan Satgas BLBI menagih semua kerugian negara. Kasus mega korupsi ini menyeret nama eks-Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin A. Tumenggung.
3. Penyerobotan lahan PT.Duta Palma Group (Rp.78 triliun).
Perkara ini melibatkan pemilik PT.Duta Palma Group, Surya Darmadi yang diduga menyerobot lahan seluas 37 hektar di Riau.
Dia bekerja sama dengan mantan Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008, R.Thamsir Rachman. Tindakan itu merugikan negara Rp.4,7 triliun dan 7,8 juta dollar AS (Rp.1,27 triliun). Kasus ini juga merugikan perekonomian negara sebesar Rp.73,9 triliun.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memvonis 15 tahun penjara untuk Surya Darmadi dan denda Rp.1 miliar subsidair 6 bulan penjara pada 23 Februari 2023.
Pelaku lainnya, mantan Bupati Indragiri Hulu Raja Thamsir Rachman dihukum sembilan tahun penjara.
4. Kasus PT.TPPI (Rp.37,8 triliun)
Kasus korupsi pengolahan kondensat ilegal di kilang minyak di Tuban, Jawa Timur yang terjadi pada tahun 2009-2011 menyeret PT. Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
Kasus tersebut menimbulkan kerugian negara mencapai 2,7 miliar dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp.37,8 triliun.
Mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono divonis 12 tahun penjara dalam kasus ini.
Namun, mantan Presiden Direktur PT.TPPI, Honggo Wendratno yang divonis 16 tahun penjara kini masih berstatus buron.
5. PT.Asabri (Rp. 22,7 triliun)
Kasus korupsi PT. Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Asabri (Persero) tercatat menyebabkan nilai kerugian negara mencapai Rp.22,7 triliun.
Perkara ini terjadi akibat PT. Asabri melakukan pengaturan transaksi investasi saham dan reksa dana bersama dengan pihak swasta. Sebanyak tujuh orang divonis bersalah dalam kasus ini.
6. PT.Jiwasraya (Rp.16,8 triliun)
Diberitakan KPK TIPIKOR (18/5/2023), kasus korupsi PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) terjadi ketika gagal membayar polis nasabah terkait investasi Saving Plan sebesar Rp.12,4 triliun.
Sebanyak enam orang divonis bersalah dalam kasus ini. Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp.16,8 triliun.
7. Izin ekspor minyak sawit mentah (Rp.12 triliun)
Kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit (CPO) mentah dan turunannya pada 2021-2022 melibatkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan dengan korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Dikutip dari Jurnal KPK TIPIKOR (4/1/2023), hasil audit BPK pada Juli 2022 menyebutkan kerugian keuangan negara sebesar Rp.2 triliun. Selain itu, ada kerugian perekonomian negara mencapai Rp.10 triliun.
8. Pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar didakwa melakukan korupsi terkait pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 pada tahun 2011.
Total kerugian negara akibat pengadaan pesawat ini mencapai 609 juta dollar AS atau jika dirupiahkan saat itu senilai Rp.9,37 triliun.
9. Korupsi proyek BTS 4G (Rp.8 triliun)
Kasus dugaan korupsi proyek base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 dalam program Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) di Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020~2022 melibatkan eks Menkominfo Johnny Gerard Plate.
Perhitungan BPKP menilai kerugian yang dialami negara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp.8 triliun.
10. Korupsi Bank Century (Rp.7 triliun)
Kasus pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) ke Bank Century menyebabkan negara mengalami kerugian sebesar Rp. 689,394 miliar.
Selain itu, negara juga mengalami kerugian hingga Rp. 6,742 triliun terkait kebijakan penetapan Bank Century sebagai bank yang bisa berdampak sistematik.(MAH)